Wednesday, April 1, 2009

Mengapa Aku Rasa Bahagia

Bismillahirrahmaanirrahiim…
Tulisan ini merupakan perenungan diri yang Alhamdulillah, dengan rahmat Allah, masih dan semoga senantiasa masih merasakan kebahagiaan berumah tangga menjelang enam tahun pernikahan kami. Tulisan ini tidaklah diniatkan untuk menggurui siapapun, karena saya percaya tentu banyak orang yang telah lebih lama menikah dan telah lebih banyak belajar dari pernikahannya sehingga menjadi orang-orang yang lebih baik. Catatan hati ini lebih merupakan pengingat diri jikalau nanti hati ini merasakan ketidakbahagiaan (na’udzubillah…semoga ini tidak pernah terjadi) dan juga ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan selama ini.
Kumohon kebaikan, rahmat, dan ridho-Mu ya Allah
Kita tidak pernah tahu kapan Allah memberikan jodoh. Adakalanya manusia berikhtiar, tapi Allah belum mengijinkan, adakalanya kita tidak sedang memikirkan tentang rencana menikah, tapi Allah datangkan jodoh kita. Buat saya rencana menikah boleh dikata datang tiba-tiba. Masih segar dalam ingatan bagaimana gundahnya hati bertanya, ya Allah apakah ini saatnya? Wahai diri ingatlah, saat itu kamu hanya mampu memohon kebaikan , rahmat dan ridha Allah semata. Terasa sekali tidak ada yang bisa menenangkan kegelisahan jiwa akan sebuah keputusan yang besar untuk menikah kecuali dengan berserah kepada-Nya. Wahai diri, mengapa setelah mengarungi bahtera rumah tangga kadangkala kamu lupa, hanya bersandar pada Allah semata semua urusan akan terasa mudah? Sungguh, hanya dengan berserah kepada Allah semua kesulitan bisa dihadapi dengan lapang.Laa hawla wala quwwata illa billaah….
Aku berusaha tahu apa yang aku mau dan aku mau kamu juga tahu sayangku..
Saya lanjutkan catatan ini dengan menekankan perlunya setiap diri, baik calon istri dan calon suami untuk senantiasa berusaha mengetahui apa-apa yang menjadi rencana hidupnya di kemudian hari. Ikhtiar untuk mengenali diri kita, kelemahan dan kekuatan, serta rencana-rencana ke depan yang telah kita susun sebelum bertemu, merupakan titik awal komunikasi calon suami istri yang sangat penting. Disinilah kita belajar hal-hal yang dianggap penting oleh calon pasangan kita masing-masing. Mengingat bahwa suami akan menjadi kepala rumah tangga, dan secara Islam tanggung jawab seorang perempuan berpindah dari tangan ayahnya ke suaminya, kemampuan untuk mendefinisikan, membagi, dan menyelaraskan rencana kehidupan ke depan menjadi sangat penting bagi perempuan. Sayangnya, hal ini pulalah yang seringkali luput dari perhatian ketika akan atau telah menikah.
Ada yang berpikiran, sebagai istri ketaatan kepada suami (setelah ketaatan kepada Allah) adalah yang utama, maka cukuplah bagi saya berkhidmat atas keputusan suami. Ada pula yang berfikir bahwa insya Allah, (calon) suami saya orang sholeh, tentu dia tidak akan berbuat dzalim terhadap istrinya. Ada juga yang tidak ingin memberatkan dan menyusahkan suaminya…Itu semua betul saudariku, tapi itu semua juga tidak menghilangkan pentingnya kita mengkomunikasikan rencana kita atas diri kita selama ini. Rencana-rencana yang kita bagi bukan untuk menyusahkan suami, tapi justru untuk memenuhi haknya agar dia menjadi pemimpin yang adil.
Ayah dan ibu kita, mengenal kita sejak kita lahir, tentu mereka tahu apa yang membuat kita bahagia dan apa yang membuat kita sedih, apa yang membuat kita bersemangat dan apa yang membuat kita lesu dan kehilangan gairah. (Calon) suami kita pun perlu dan berhak tahu. Mengapa? karena dia berhak dan perlu mengenal kita seutuhnya, apa adanya, yang dengan pengetahuan itu dia menjadi pengambil keputusan yang adil atas urusan-urusan kita. Tentu, rencana-rencana tadi bukan untuk kita paksakan setelah kita berumah tangga, tapi untuk kita selaraskan dengan rencana-rencana pasangan kita. Wahai suami, berusahalah untuk tahu rencana-rencana hidup istrimu, terutama sebelum dia bertemu dan menikah denganmu. Sekian tahun umur istrimu dia habiskan sendiri dengan segala rencana, perjuangan, dan aktualisasi diri. Itulah yang menjadikan dirinya sebagaimana kamu melihatnya ketika akan menikah. Jangan sampai kelalaian para suami untuk mencari tahu hal-hal yang menjadi semangat dan kebahagian istri sebelum menikah, menjadikan masalah dalam rumah tangga di kemudian hari. Banyak masalah perempuan setelah menikah terkait dengan isu mendasar ini. Dimana tanpa disadari seorang istri atau seorang ibu kehilangan gairah dan semangat hidupnya dari hari ke hari.
Inilah pilihanku, insya Allah ini yang terbaik buat keluarga kami saat ini
Setelah kita awali komunikasi dalam rumah tangga dengan berbagi harapan dan rencana hidup kita, saatnya bagi kita untuk menyelaraskan itu semua dan menyusun rencana bersama. Kehidupan rumah tangga tentu sesuatu yang sangat baru bagi kita berdua. Sesuatu yang baru ini tentu menuntut penyesuaian atas segala harapan, rencana, dan kebiasaan kita selama ini.Satu hal penting yang seringkali terlupa adalah hendaknya setiap diri (baik istri maupun suami) bisa mengatakan: “inilah pilihan saya, insya Allah inilah yang terbaik untuk keluarga kami saat ini”. Kemampuan untuk mengatakan kalimat ini sangat penting, ini menunjukkan bahwa apa yang kita jalani adalah pilihan kita atas ikhtiar manusiawi kita membuat rencana kehidupan rumah tangga. Disini pentingnya kita sama-sama mengenali diri, sehingga pilihan ini bisa mengakomodasi rencana-rencana diri.
Jadi hidup berumah tangga bukan hanya didasarkan pada “kepasrahan” atas apa yang ada di depan mata, tapi lebih kepada “keridhoan” atas apa yang akan kita jalani. Dengan kemampuan ini, perempuan yang semula aktif di luar rumah tidak akan merasa sedih jika keaktifannya hanya di rumah saja dan memfokuskan pada mengurus suami, anak, dan keluarga jika memang itu yang paling baik untuk keluarga itu pada saat itu. Atau jika pilihan kita berbeda, misalnya kita memilih untuk tetap beraktivitas (entah itu sekolah, dakwah, atau bekerja), kita bersabar akan kondisi yang kita hadapi…Intinya adalah, dengan menyadari bahwa keputusan ini adalah pilihan yang kita ambil, insya Allah kita akan percaya diri menjalani pilihan hidup kita saat itu. Pilihan kita mungkin sama dan juga mungkin tidak sama dengan orang lain, tapi insya Allah pilihan itu yang lebih baik bagi kita saat itu. Mengapa saat itu? Ya, karena pilihan-pilihan kita bisa berubah bergantung kondisi rumah tangga. Punya anak kecil yang sedang menyusui, tentu berbeda dengan pilihan aktivitas ketika anak sudah mulai besar, misalnya. Satu hal yang tidak pernah berubah adalah visi dan rencana jangka panjang keluarga ini, sesuatu yang membuat kita berdua sama-sama bersemangat mengayuh bahteranya.
Kenali orang tuaku, kamu akan lebih kenal aku
Mari sempatkan dirimu mengenal orang tuaku, suamiku. Disana engkau akan lebih mengenal aku dan mencintai orang tuaku. Insya Allah aku akan senantiasa sempatkan mengenal orang tuamu. Dengan begitu aku akan lebih mengenalmu dan mencintai orang tuamu. Sehingga kamu tahu kebiasaan-kebiasaan mereka terhadapku dan aku tahu kebiasaan orang tuamu terhadapmu. Maafkan aku jika belum bisa memasakkan makanan seenak ibumu, sebagaimana aku maafkan engkau jika belum bisa mencukupi kebutuhan rumah seperti yang selama ini ayahku sediakan untukku. Mengenal orang tua kita bertujuan agar kita lebih empati satu dengan yang lain, bukan agar kita saling memaksakan kondisi kita sebelumnya. Toh, rumah tangga ini milik kita…bukan milik mereka…
Urusan harta di tangan Allah, tapi mari kita bina kekuatan ekonomi kita
Ya, rezeki di tangan Allah. Tapi, kita bisa berusaha mencukupi kebutuhan kita. Mari jadikan kekuatan ekonomi salah satu sendi rumah tangga ini. Bukan untuk menjadi orang kaya, karena rezeki kita sudah ditentukan Allah batasnya. Tapi untuk meninggalkan keturunan yang lebih baik, untuk menghindari sandungan yang lebih besar dari sisi ekonomi ini. Jangan jadikan dia tujuan, tapi jadikan dia sarana yang mendukung hidup kita, yang menyamankan kasih sayang dalam rumah ini. Mari kita berikhtiar, barulah setelah itu kita cukupkan rezeki yang Allah berikan.
Kita awali dengan komunikasi, kita jaga dengan komunikasi
Setelah kita awali rumah tangga ini dengan komunikasi, maka komunikasi jugalah yang kita perlukan untuk menjaganya. Harus ada waktu kita berdua bicara dari hati ke hati. Sesibuk apapun urusan dunia ini. Disitulah kita berusaha saling memperbaiki diri. Berkomunikasi bukan berarti semata-mata berkeluh kesah dan menyulitkan, berkomunikasi adalah upaya untuk menyelesaikan persoalan, mengungkapkan perasaan, dan meningkatkan ikatan cinta dan kepercayaan. Bicaralah saudariku kalau kamu lelah setelah sepanjang malam meyusui, atau lelah setelah seharian mengurus anak-anak yang sangat aktif…atau engkau merasa sepi dan jenuh dengan rutinitasmu……..bukan, bukan untuk mengeluh saudariku, Cuma sekedar untuk suamimu tahu perasaan hatimu. Insya Allah, keshalihahanmu akan menjagamu dari berkeluh kesah…dan keshalihannya akan membuatnya lebih memahami dirimu.Jangan simpan marahmu, jangan simpan kecewamu, jangan simpan kesedihanmu, kecuali itu memang hal kecil yang bisa engkau ikhlaskan. Tapi jika itu menjadi kerikil yang mengganjal, lebih baik engkau ungkapkan sebelum kerikil menumpuk menjadi batu sandungan.Jadikan komunikasi sebagai ungkapan cinta.
Bantu aku mengurus anak-anak dan rumah kita suamiku
Ya, tugasku sebagai istri mengelola rumah ini. Tapi bukan berarti aku tidak butuh bantuanmu. Mari kita bagi pekerjaan sesuai dengan kemampuan kita masing-masing. Alhamdulillah, satu pelajaran besar selama kita berada di luar negeri adalah bagaimana kita bekerja sama mengurus anak-anak dan rumah tangga ini. Tidak ada pekerjaan yang menjadi monopoli istri (kecuali hami dan menyusui) sebagaimana tidak ada pekerjaan yang menjadi monopoli suami. Biar aku kerjakan hal ini, karena aku lebih baik dalam mengerjakannya. Bantu aku untuk hal lain yang engkau lebih baik dalam mengerjakannya saat ini.Sungguh suamiku, bukan prestasimu yang membuat aku bahagia…keikhlasanmu membantu urusan rumah tangga membuatmu lebih mulia dimataku…meski kadang tidak dimata orang lain….
Anak-anak adalah amanah
Dulu aku sulit pahami kata-kata ini. Sekarang aku semakin yakin akan maknanya…ya, anak-anak itu adalah amanah Allah. Kita tidak bisa pesan ingin punya anak yang seperti apa…yang kita bisa lakukan adalah berupaya sebaik mungkin memberikan contoh dan mengajarkan kebaikan kepada mereka…Satu kalimat inilah yang senantiasa menghiburku…ketika hati ini terasa lelah…ketika anak-anak kita yang sangat aktif tidak juga mau beristirahat. Ketika kita sudah berusaha, tapi banyak sekali kekurangan disana-sini. Ya, Allah engkaulah yang maha pendidik…maka didiklah anak-anak kami…
Mari beristirahat…
Mari beristirahat, ketika diri ini sedang lelah… Jangan paksakan diri kita melebihi kemampuan kita. Tawazunlah…beristirahatlah sebelum jiwa ini lelah. Tumpukan baju bisa kita rapikan setelah diri yang lelah ini beristirahat…..mereka bisa menunggu. Tapi, jiwa kita yang lelah tidak bisa mengelakkan godaan emosi jika kita tidak istirahatkan. Beristirahatlah sudariku, penuhi hakmu, insya Allah engkau akan bisa memenuhi dengan adil hak2 suami dan anak-anakmu. Mari sempatkan berlibur dan bercengkerma dengan keluarga. Bukan untuk membuang-buang uang, tapi untuk meningkatkan cinta kasih keluarga ini. Toh kita bisa pilih liburan yang sesuai dengan kemampuan kita, yang penting kita punya waktu untuk tertawa bersama.
Maafkan aku dan aku maafkan dirimu, diri ini tidak sempurna, dirimu juga begitu, cukuplah Allah sebagai penolong kita
Ketika kita menjalani rumah tangga, banyak hal baru yang kita temui dari pasangan kita. Kadangkala baik, kadangkala tidak. Itulah sifat insaniyah kita. Tidak perlu memaksakan semuanya menjadi ideal, karena kesempurnaaan bukan sifat manusia. Kesempurnaan hanya miliki Allah. Kebiasaan untuk saling meminta maaf adalah hal yang berat, tapi kebiasaan ini menunjukkan sehatnya komunikasi kita…menunjukkan penghargaan kita atas pasangan kita.Sungguh, memaafkan lebih baik daripada mengungkit-ungkit kesalahan, sehingga syetan masuk dan menggoda kita. Ingat, tidak ada manusia yang sempurna.